Rabu, 15 Oktober 2014

Kelompok VII

Tugas Mandiri                                                                            Dosen Pembimbing
BKI Keluarga                                                                        M. Fahli Zatra Hadi. S.Sos.I

BIMBINGAN KONSELING KELUARGA

(PERANAN AYAH DALAM KELUARGA)

 

 

     

 

Disusun Oleh:

INTAN LESTARI

NOVA ANGGEREANI

ROSDIANA NASUTION

UMMI FAROKAH

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam keluarga diperlukan sosok seorang pemimpin yang bisa memandu keluarganya agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohma. Pemimpin itu adalah sang ayah yang mengatur segala urusan dalam keluarga dalam keadaan senang ataupun ada masalah ayahlah yang bertanggung jawab. Tokoh ayah tidaklah mesti mengatur dan bertanggung jawab dalam keluarga, namun juga mampu menjalin hubungan keintiman pada anak-anaknya. Memang ayah mencari nafkah untuk keluarganya dan memberikan semua yang diperlukan pada anak dan istrinya, namun anak juga perlu ayah. Ayah yang akan mengajak bermain bersama, disitu akan membentuk kepribadian anak menjadi lebih baik dan dapat menempatkan diri pada masyarakat. Dan tokoh ibu memberikan asupan makanan, mengganti celana kotor, merawat, membimbing, dan menyembuhkan jika bayi sedang sakit.
Pembentukan kepribadian anak akan bagus dalam masyarakat jika kedua orang tua itu mampu enjalin hubungan keintiman dalam diri anak, dan kuat lemahnya tergantung pada situasi. Dan diperlukan juga stimulus dan respons untuk pembentukan kepribadian yang bagus.
Jadi, untuk mempengaruhi terbentuknya suatu keintiman tidaklah semestinya harus kedua orang tua ikut mempengaruhinya, seperti ayah yang ikut serta untuk mengganti popok bayi ataupun memberikan makanan ketika bayi mereka lapar. Kalaulah ayah ikut serta dalam hal ini maka kapan ayah akan memberikan nafkah dan mencari kebutuhan hidup keluarga. Kadang seorang ibu pun yang setiap harinya selalu rajin memberikan makanan belum tentu terjalin hubungan keintiman. Karna kenapa, tidak ada perhatian dan komunikasi antara ibu dengan anaknya.  Orang terdekatnya pun bisa, seperti kakek, nenek, bibi dan orang yang selalu dengan dia, dia akan mencarinya jika tidak ada dengan dia. Dengn itu, sorang ibu harus selalu memberikan stimulus dan respons pada anak, dan ayah juga ikut serta membantu.



BAB II
PEMBAHASAN

   A.    SOSIALISASI PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN DAN PERAN AYAH.
Untuk memahami bagaimana anak berkembang, ada dua factor penting yang berperan didalamnya, yaitu factor biologis dan factor lingkungan. Faktor bologis bergerak saat terjadinya pembuahan sampai dia lahir. Setelah itu yang berperan adalah lingkungan. Melalui sosialisasi terhadap lingkunganya seorang anak menjadi mampu menempatkan diri secara tepat dalam masyarakat dan membentuk tingkah laku dengan norma-norma, nilai-nilai yang baik dalam masyarakat.
Teori –teori klasik yang membahas persoalan ini antara lain dikemukakan Ivan Pavlov (1849-1936) seorang fisiologi Rusia, yang meneliti langkah-langkah secara bertahap dari suatu proses Sosialisasi. Ia mengemukakan berbagai stimulus dan respon dalam situasi eksperimen. Seekor anjing akan mengeluarkan air liur setelah disodorkan makanan disertai bunyi, dan akan muncul responnya bila mendengar bunyi yang sama meski tidak disodorkan makanan. Eksperimen ini bisa dianalogikan pada perkembangan stimulus dan respon pada anak. Timbal balik stimulus dan respons akan menciptakan pola prilaku pada anak. Posisi orang tua dan masyarakat disini sangat penting.
Bayi mulai mengembangkan keterampilanya semenjak awal. Ia membutuhkan suatu interaksi yang baik dari orang-orang sekelilingnya. Semua itu dimulai dari keluarga. Berbagai jenis kegiatan dalam keluarga yang berkenaan dengan bayi merupakan sosialisasi. R. Schaffer merinci tiga tahap dasar perkembangan sikap social masa awal kehidupan bayi.
1.                  Timbulnya rasa simpati seorang bayi terhadap kehadiran orang lain membuat dirinya merasa senang dan tidak tertarik dengan yang lainya.
2.                  Bayi mengenal secara bertahap dan bisa membedakan setiap orang, karenanya ia pun mengenal ibu dan merasa asing dengan orang lain.
3.                  Tahap akhir adalah dimulai perkembanganya emosi seperti mengenal individu secara lebih khusus kemudian keintiman dengan orang dan aktif mencari dan mengharapkan perhatian dari orang lain.

Hasil penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa seorang bayi dapat membedakan dan mengenal orang tuanya dengan orang lain ketika ia sudah menginjak usia dua bulan. Pertama-tama yang dikenalnya adalah ibu dan ayah. Bayi mengenal ibunya pertama melalui penciumannya dan ini terjadi mulai minggu pertama. Kemudian perkembangan selanjutnya adalah ia mulai mengenal kelompok kecil orang.
Para tokoh teori tradisional tentang perkembangan social seperti Freud dan Bowlby mengemukakan suatu keyakinan bahwa ayah itu kurang penting sebagai figure yang dapat menimbulkan keintiman pada anaknya bila dibandingkan dengan ibu. Pandangan ini diangkat dari kenyataan pada masyarakat lampau. Para ahli ini meragukan bahwa diri bayi itu mampu menjalin keintiman lebih dari satu orang. Namun pendapat mereka diserang dan dibantah oleh R. Schaffer dan Pegy Emerson (Pertengahan 1960-an), mempublikasikan laporan mereka dengan judul : “Pengukuhan perkembangan social pada masa kanak-kanak’’. Beberapa butir protes dan sanggahan pandangan lama setelah terungkap hasil penelitian terhadap bayi yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Penelitian ini mengukur kadar keintiman antara orang tua dengan anak. Mereka menanyakan pada ibu, apakah bayinya menangis bila ditinggalkan sendirian di tempat tidur ? Jawabanya bahwa bayi yang masih berumur kecil cendrung memberikan protes yang lebih bila ditinggalkan ibu daripada ditinggalkan ayahnya. Tapi kecendrungan ini hanya sebentar saja, setelah bayi menginjak usia delapan bulan umumnya mereka memberikan reaksi sama terhadap ayah dan ibu.[1]
Freud menekankan pentngnya keterlibatan orang tua dalam penyuapan makanan pada bayi agar hubungan intim antara anak dan orang tua berkembang. Namun Schaffer dan Emerson tidak setuju dengan pendapat Frued, mereka membantah seraya mengatakan bahwa keintiman yang berkembang itu merupakan hasil pengaruh dari berbagai pihak. Dan keintiman itu tercipta tanpa mesti seorang ayah yang berpartisipasi aktif secara rutin memberikan makan atau menggantikan popok bayi. Malah ibu yang sering rutin memberikan makan namun tidak selalu tercipta hubungan yang intim.
Schaffer dan Emerson mengatakan bahwa berbagai bentuk sikap yang lain dapat mepengaruhi terbentuknya suatu keintiman. Rangsangan-rangsangan social – berbicara, membelai dan bermain, adalah respons penting dalam interaksi orang tua dengan bayi. Bila seorang memberikan respons yang tepat dan cepat pada saat bayi senyum atau saat menangis maka akan terbentuk unsure-unsur keintiman. Berbagai bentuk pengungkapan interaksi antara orang tua dengan bayi, baik ayah maupun ibu sama-sama memiliki potensi dalam memberikan rangsangan dan memberi respons terhadap setiap sinyal bayi. Situasi ini menunjukkan bahwa ayah dan ibu sama-sama memberi bantuan penting dalam perkembangan social anak semenjak awal.
Kemudian datang pendapat dari Frank Pedersen dan Kenneth Robson di Amerika Serikat melakukan pendekatan yang berbeda tapi hasil akhirnya sama. Mereka menanyakan pada sekelompok ibu, yang ingin mengetahui bagaimana respons anaknya bila ayah pulang kerja? Kaum ibu menjawab bahwa respons rasa hangat, persahabatan muncul pada saat menginjak usia delapan bulan. Dari peneitian ini setidaknya memberikan suatu gambaran tentang adanya keintiman antara ayah dengan anaknya.

   B.     Tokoh Ayah dan Ibu dalam Keluarga
Dalam kehidupan sehari-hari kita semua paham bahwa ada seorang ayah yang sangat terlibat dengan anaknya dan ada juga yang menjauhi dan bahkan ada yang segalanya di serahkan kepada sang istrinya. tokoh ibu lebih sering berperan primer dan aspek-aspek seperti mengurus bayi lapar, menangis, menggantikan pakaian basah, lelah atau sakit. Berkat kegiatan yang dilakukan seorang ibu maka bayi akan lebih dekat dengan ibunya dalam soal mencari ketenangan dan  perlindungan. Juga bila anak mengalami situasi stress atau situasi yang mendadak berubah, anak lebih dekat dengan ibu. Sebaliknya, tokoh ayah berperan primer dalam mengajak anak bermain.
Semua gambaran yang diungkapkan diatas lebih tepat dikatakan bahwa masalah itu masih kompleks, rumit. Namun perlu digaris bawahi bahwa tokoh ayah dan ibu adalah tokoh pengukuh keintiman dalam diri anak, dan kuat lemahnya itu tergantung pada situasi. Ada situasi yang lebih dekat dengan ayah, dan ada situasi tertentu yang lebih dekat dengan ibu.
Alkisah Marten dan Maria duduk-duduk di ruang apartemennya, sementara Toni, bayi mereka yang berusia delapan bulan, bergerak di tempat tidurnya dan mulai menangis. Marten tidak menghiraukan tangisan bayi itu dan ia menutup mukanya dengan Koran. Pada saat itu istrinya Maria tidak ada di ruangan dan ketika ia kembali, ia menenangkan bayinya. Toni, dengan mengelus kepalanya dan kedua bahunya. Marten memperhatikan itu dan mengangguk-angguk kemudian kembali meneruskan membaca korannya.
Kisah lain, Jim menganyun-ayun dan membuai putrinya, Judy, yang berusia empat bulan. Dia dengan hati-hati mengelak setiap gerakan bayinya, menjaga, membiarkan bayinya mengisap susu botol. Jim bersenandung pelan untuk menenangkan Judy dan menidurkannya di tempat tidur dan menyelimutinya dengan kain. Pada saat itu istrinya tidak ada di rumah karena mengikuti kursus di salah satu universitas. Jim melakukan ini setiap tiga kali seminggu dan ia merasa betah. Ia menjadi dekat dengan putrinya.
Guna memahami persoalan ini kiranya kia memerlukan suatu penjernihan. Keterlibatan ayah dengan anaknya memang bisa menyebabkan si anak lebih dekat dengannya. Tetapi dalam kenyataan yang sesungguhnya bisa saja sebaliknya. Barangkali ada beberapa bayi yang akan lebih ntim dan lebih akrab atau tertarik pada ayahnya. Namun tidak semua bayi itu sama. Mereka berbeda dalam berbagai hal dan karena perbedaan itu pula akan mempengaruhi perilaku ayah. Dalam penelitiannya, Ross de Parke menemukan bahwa  ayah akan memperlihatkan rasa tertarik ayah pada bayi itu. Sikap ini juga dapat dilakukan terhadap bayi yang baru lahir.
Seorang ayah akan lebih memberi stimulus jika pribadinya merasa tertarik pada bayi itu dan akan sebaliknya, ia kurang memberikan stimulus jika bayi itu kurang tertarik baginya. Keadaan ini dapat membawa dampak penting dalam perkembangan hubungan antara ayah dengan bayinya. Dampaknya misalnya, si bayi akan menjadi rewel, mudah tersinggung, dan masa bodoh pada bulan-bulan pertama, ini barangkali disebabkan si ayah tertutup dan kurang berinteraksi dengan bayinya.
  

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam sosialisasi perkembangan kepribadian anak ada dua factor yang membuat dia berkembang yaitu factor biologis dan factor lingkungan. Yang mana factor biologis perubahan saat terjadinya pembuahan sampai lahir. Setelah itu yang berperan adalah lingkungan. Ketika ia bersosialisasi pada lingkungan diperlukan posisi orang tua yang memberikan stimulus dan respons, karna ini anak akan mampu menempatkan diri secara tepat pada masyarakat.
Untuk membentuk perkembangan anak, orang tua sangat penting untuk melibatkan dan membantu anak agar mendapatkan keintiman antara anak dan orang tua. Artinya orang tua sering berkomunikasi dengan anak supaya mendapatkan hubungan yang positif. Jadi, untuk membantu perkembangan anak pada pribadinya tidaklah memilih peran ibu atau ayah, melainkan keduanya ikut serta membantu.

B.     Saran

Penulis merasakan dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari tulisan maupun isi nya, oleh karena itu penulis meminta saran dan kritik dari teman atau pun dosen pembimbing dari kekurangan dan keaslahan dalam penulisan makalah ini, hingga penulis bisa membuat karya ilmiah yang lebih baik nantinya, dan mudah mudahan makalah ini mejadi sumbangan bagi teman teman juga.











[1] Drs. Save M. Dagun. Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga). 2002. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.


DAFTAR PUSTAKA


M. Dagan, Save, Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga), 2002, Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Sri Lestari, Psikologi Keluarga,2012, Kencana: Kencan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar