Tugas Mandiri Dosen Pembimbing
BKI Keluarga
M. Fahli Zatra Hadi. S.Sos.I
BIMBINGAN KONSELING
KELUARGA
(PERANAN AYAH DALAM KELUARGA)
Disusun Oleh:
INTAN LESTARI
NOVA ANGGEREANI
ROSDIANA
NASUTION
UMMI FAROKAH
JURUSAN BIMBINGAN
DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN
ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam keluarga diperlukan sosok
seorang pemimpin yang bisa memandu keluarganya agar menjadi keluarga yang
sakinah, mawaddah, wa rohma. Pemimpin itu adalah sang ayah yang mengatur segala
urusan dalam keluarga dalam keadaan senang ataupun ada masalah ayahlah yang
bertanggung jawab. Tokoh ayah tidaklah mesti mengatur dan bertanggung jawab
dalam keluarga, namun juga mampu menjalin hubungan keintiman pada anak-anaknya.
Memang ayah mencari nafkah untuk keluarganya dan memberikan semua yang
diperlukan pada anak dan istrinya, namun anak juga perlu ayah. Ayah yang akan
mengajak bermain bersama, disitu akan membentuk kepribadian anak menjadi lebih
baik dan dapat menempatkan diri pada masyarakat. Dan tokoh ibu memberikan
asupan makanan, mengganti celana kotor, merawat, membimbing, dan menyembuhkan
jika bayi sedang sakit.
Pembentukan kepribadian anak akan
bagus dalam masyarakat jika kedua orang tua itu mampu enjalin hubungan
keintiman dalam diri anak, dan kuat lemahnya tergantung pada situasi. Dan
diperlukan juga stimulus dan respons untuk pembentukan kepribadian yang bagus.
Jadi, untuk mempengaruhi
terbentuknya suatu keintiman tidaklah semestinya harus kedua orang tua ikut
mempengaruhinya, seperti ayah yang ikut serta untuk mengganti popok bayi
ataupun memberikan makanan ketika bayi mereka lapar. Kalaulah ayah ikut serta
dalam hal ini maka kapan ayah akan memberikan nafkah dan mencari kebutuhan
hidup keluarga. Kadang seorang ibu pun yang setiap harinya selalu rajin
memberikan makanan belum tentu terjalin hubungan keintiman. Karna kenapa, tidak
ada perhatian dan komunikasi antara ibu dengan anaknya. Orang terdekatnya pun bisa, seperti kakek,
nenek, bibi dan orang yang selalu dengan dia, dia akan mencarinya jika tidak
ada dengan dia. Dengn itu, sorang ibu harus selalu memberikan stimulus dan
respons pada anak, dan ayah juga ikut serta membantu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SOSIALISASI PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN DAN
PERAN AYAH.
Untuk memahami bagaimana anak berkembang,
ada dua factor penting yang berperan didalamnya, yaitu factor biologis dan
factor lingkungan. Faktor bologis bergerak saat terjadinya pembuahan sampai dia
lahir. Setelah itu yang berperan adalah lingkungan. Melalui sosialisasi
terhadap lingkunganya seorang anak menjadi mampu menempatkan diri secara tepat
dalam masyarakat dan membentuk tingkah laku dengan norma-norma, nilai-nilai
yang baik dalam masyarakat.
Teori –teori klasik yang membahas
persoalan ini antara lain dikemukakan Ivan Pavlov (1849-1936) seorang fisiologi
Rusia, yang meneliti langkah-langkah secara bertahap dari suatu proses Sosialisasi. Ia mengemukakan berbagai
stimulus dan respon dalam situasi eksperimen. Seekor anjing akan mengeluarkan
air liur setelah disodorkan makanan disertai bunyi, dan akan muncul responnya
bila mendengar bunyi yang sama meski tidak disodorkan makanan. Eksperimen ini
bisa dianalogikan pada perkembangan stimulus dan respon pada anak. Timbal balik
stimulus dan respons akan menciptakan pola prilaku pada anak. Posisi orang tua
dan masyarakat disini sangat penting.
Bayi mulai mengembangkan keterampilanya
semenjak awal. Ia membutuhkan suatu interaksi yang baik dari orang-orang
sekelilingnya. Semua itu dimulai dari keluarga. Berbagai jenis kegiatan dalam
keluarga yang berkenaan dengan bayi merupakan sosialisasi. R. Schaffer merinci
tiga tahap dasar perkembangan sikap social masa awal kehidupan bayi.
1.
Timbulnya
rasa simpati seorang bayi terhadap kehadiran orang lain membuat dirinya merasa
senang dan tidak tertarik dengan yang lainya.
2.
Bayi
mengenal secara bertahap dan bisa membedakan setiap orang, karenanya ia pun
mengenal ibu dan merasa asing dengan orang lain.
3.
Tahap
akhir adalah dimulai perkembanganya emosi seperti mengenal individu secara
lebih khusus kemudian keintiman dengan orang dan aktif mencari dan mengharapkan
perhatian dari orang lain.
Hasil penelitian baru-baru ini telah
menunjukkan bahwa seorang bayi dapat membedakan dan mengenal orang tuanya
dengan orang lain ketika ia sudah menginjak usia dua bulan. Pertama-tama yang
dikenalnya adalah ibu dan ayah. Bayi mengenal ibunya pertama melalui
penciumannya dan ini terjadi mulai minggu pertama. Kemudian perkembangan
selanjutnya adalah ia mulai mengenal kelompok kecil orang.
Para tokoh teori tradisional tentang
perkembangan social seperti Freud dan Bowlby mengemukakan suatu keyakinan bahwa
ayah itu kurang penting sebagai figure yang dapat menimbulkan keintiman pada
anaknya bila dibandingkan dengan ibu. Pandangan ini diangkat dari kenyataan
pada masyarakat lampau. Para ahli ini meragukan bahwa diri bayi itu mampu
menjalin keintiman lebih dari satu orang. Namun pendapat mereka diserang dan
dibantah oleh R. Schaffer dan Pegy Emerson (Pertengahan 1960-an),
mempublikasikan laporan mereka dengan judul : “Pengukuhan perkembangan social
pada masa kanak-kanak’’. Beberapa butir protes dan sanggahan pandangan lama
setelah terungkap hasil penelitian terhadap bayi yang ditinggalkan oleh orang
tuanya. Penelitian ini mengukur kadar keintiman antara orang tua dengan anak.
Mereka menanyakan pada ibu, apakah bayinya menangis bila ditinggalkan sendirian
di tempat tidur ? Jawabanya bahwa bayi yang masih berumur kecil cendrung
memberikan protes yang lebih bila ditinggalkan ibu daripada ditinggalkan
ayahnya. Tapi kecendrungan ini hanya sebentar saja, setelah
bayi menginjak usia delapan bulan umumnya mereka memberikan reaksi sama
terhadap ayah dan ibu.[1]
Freud menekankan pentngnya keterlibatan
orang tua dalam penyuapan makanan pada bayi agar hubungan intim antara anak dan
orang tua berkembang. Namun Schaffer dan Emerson tidak setuju dengan pendapat
Frued, mereka membantah seraya mengatakan bahwa keintiman yang berkembang itu merupakan
hasil pengaruh dari berbagai pihak. Dan keintiman itu tercipta tanpa mesti
seorang ayah yang berpartisipasi aktif secara rutin memberikan makan atau
menggantikan popok bayi. Malah ibu yang sering rutin memberikan makan namun
tidak selalu tercipta hubungan yang intim.
Schaffer dan Emerson mengatakan bahwa
berbagai bentuk sikap yang lain dapat mepengaruhi terbentuknya suatu keintiman.
Rangsangan-rangsangan social – berbicara, membelai dan bermain, adalah respons
penting dalam interaksi orang tua dengan bayi. Bila seorang memberikan respons
yang tepat dan cepat pada saat bayi senyum atau saat menangis maka akan
terbentuk unsure-unsur keintiman. Berbagai bentuk pengungkapan interaksi antara
orang tua dengan bayi, baik ayah maupun ibu sama-sama memiliki potensi dalam
memberikan rangsangan dan memberi respons terhadap setiap sinyal bayi. Situasi
ini menunjukkan bahwa ayah dan ibu sama-sama memberi bantuan penting dalam
perkembangan social anak semenjak awal.
Kemudian datang pendapat dari Frank
Pedersen dan Kenneth Robson di Amerika Serikat melakukan pendekatan yang
berbeda tapi hasil akhirnya sama. Mereka menanyakan pada sekelompok ibu, yang
ingin mengetahui bagaimana respons anaknya bila ayah pulang kerja? Kaum ibu
menjawab bahwa respons rasa hangat, persahabatan muncul pada saat menginjak
usia delapan bulan. Dari peneitian ini setidaknya memberikan suatu gambaran
tentang adanya keintiman antara ayah dengan anaknya.
B. Tokoh Ayah dan Ibu dalam Keluarga
Dalam kehidupan sehari-hari kita semua
paham bahwa ada seorang ayah yang sangat terlibat dengan anaknya dan ada juga
yang menjauhi dan bahkan ada yang segalanya di serahkan kepada sang istrinya. tokoh
ibu lebih sering berperan primer dan aspek-aspek seperti mengurus bayi lapar,
menangis, menggantikan pakaian basah, lelah atau sakit. Berkat kegiatan yang
dilakukan seorang ibu maka bayi akan lebih dekat dengan ibunya dalam soal
mencari ketenangan dan perlindungan.
Juga bila anak mengalami situasi stress atau situasi yang mendadak berubah,
anak lebih dekat dengan ibu. Sebaliknya, tokoh ayah berperan primer dalam mengajak
anak bermain.
Semua gambaran yang diungkapkan diatas
lebih tepat dikatakan bahwa masalah itu masih kompleks, rumit. Namun perlu
digaris bawahi bahwa tokoh ayah dan ibu adalah tokoh pengukuh keintiman dalam
diri anak, dan kuat lemahnya itu tergantung pada situasi. Ada situasi yang
lebih dekat dengan ayah, dan ada situasi tertentu yang lebih dekat dengan ibu.
Alkisah Marten dan Maria duduk-duduk di
ruang apartemennya, sementara Toni, bayi mereka yang berusia delapan bulan,
bergerak di tempat tidurnya dan mulai menangis. Marten tidak menghiraukan
tangisan bayi itu dan ia menutup mukanya dengan Koran. Pada saat itu istrinya
Maria tidak ada di ruangan dan ketika ia kembali, ia menenangkan bayinya. Toni,
dengan mengelus kepalanya dan kedua bahunya. Marten memperhatikan itu dan
mengangguk-angguk kemudian kembali meneruskan membaca korannya.
Kisah lain, Jim menganyun-ayun dan
membuai putrinya, Judy, yang berusia empat bulan. Dia dengan hati-hati mengelak
setiap gerakan bayinya, menjaga, membiarkan bayinya mengisap susu botol. Jim
bersenandung pelan untuk menenangkan Judy dan menidurkannya di tempat tidur dan
menyelimutinya dengan kain. Pada saat itu istrinya tidak ada di rumah karena
mengikuti kursus di salah satu universitas. Jim melakukan ini setiap tiga kali seminggu
dan ia merasa betah. Ia menjadi dekat dengan putrinya.
Guna memahami persoalan ini kiranya kia
memerlukan suatu penjernihan. Keterlibatan ayah dengan anaknya memang bisa
menyebabkan si anak lebih dekat dengannya. Tetapi dalam kenyataan yang sesungguhnya
bisa saja sebaliknya. Barangkali ada beberapa bayi yang akan lebih ntim dan
lebih akrab atau tertarik pada ayahnya. Namun tidak semua bayi itu sama. Mereka
berbeda dalam berbagai hal dan karena perbedaan itu pula akan mempengaruhi
perilaku ayah. Dalam penelitiannya, Ross de Parke menemukan bahwa ayah akan memperlihatkan rasa tertarik ayah
pada bayi itu. Sikap ini juga dapat dilakukan terhadap bayi yang baru lahir.
Seorang ayah akan lebih memberi stimulus
jika pribadinya merasa tertarik pada bayi itu dan akan sebaliknya, ia kurang
memberikan stimulus jika bayi itu kurang tertarik baginya. Keadaan ini dapat
membawa dampak penting dalam perkembangan hubungan antara ayah dengan bayinya.
Dampaknya misalnya, si bayi akan menjadi rewel, mudah tersinggung, dan masa
bodoh pada bulan-bulan pertama, ini barangkali disebabkan si ayah tertutup dan
kurang berinteraksi dengan bayinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
sosialisasi perkembangan kepribadian anak ada dua factor yang membuat dia
berkembang yaitu factor biologis dan factor lingkungan. Yang mana factor
biologis perubahan saat terjadinya pembuahan sampai lahir. Setelah itu yang
berperan adalah lingkungan. Ketika ia bersosialisasi pada lingkungan diperlukan
posisi orang tua yang memberikan stimulus dan respons, karna ini anak akan
mampu menempatkan diri secara tepat pada masyarakat.
Untuk
membentuk perkembangan anak, orang tua sangat penting untuk melibatkan dan
membantu anak agar mendapatkan keintiman antara anak dan orang tua. Artinya
orang tua sering berkomunikasi dengan anak supaya mendapatkan hubungan yang
positif. Jadi, untuk membantu perkembangan anak pada pribadinya tidaklah
memilih peran ibu atau ayah, melainkan keduanya ikut serta membantu.
B. Saran
Penulis merasakan dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari tulisan maupun isi
nya, oleh karena itu penulis meminta saran dan kritik dari teman atau pun dosen
pembimbing dari kekurangan dan keaslahan dalam penulisan makalah ini, hingga
penulis bisa membuat karya ilmiah yang lebih baik nantinya, dan mudah mudahan
makalah ini mejadi sumbangan bagi teman teman juga.
[1] Drs. Save M. Dagun. Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam
Keluarga). 2002. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Dagan, Save,
Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga), 2002, Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Sri Lestari, Psikologi
Keluarga,2012, Kencana: Kencan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar